Malam ini
merupakan malam panjang dan menegangkan. Malam panjang karena esok pagi pesta
demokrasi 5 tahunan akan dilangsungkan. Menegangkan karena malam ini banyak
petugas yang tidak tidur untuk mengamankan persiapan untuk besok. Mulai dari
pihak Kepolisian, TNI, petugas KPU, Bawaslu hingga masyarakat turut serta
mensukseskan pesta ini.
Ada kisah menarik
yang mewarnai malam seperti ini, yaitu kisah serangan fajar. Biasanya bila
malam tiba, orang-orang akan menutup pintunya untuk menghalau dinginnya si angin malam. Namun tidak
demikian di negeri si Jaultop. Banyak orang membuka pintu lebar-lebar untuk
menunggu datangnya tamu. Tamu disini adalah para Tim Sukses calon yang
bertanding di Pemilu. Tamu ini akan bersilaturahmi dan berkampanye di pagi hari menjelang pemungutan suara. Yang
ditunggu-tunggu bukanlah si Tamu yang jualan dengan visi-misi calonnya, tapi
sejumlah uang yang datang bersama si Tamu tersebut. Bagi sebagian kecil
masyarakat di negeri itu, inilah berkah Pemilu. “Kami mah pinginnya yang nyata kayak gini mas, ada uang ada barang,” ujar
tetangga Si Jaultop. Ya namanya, serangan
fajar.
Lain lagi cerita dari negari si Maruap.
Kisah ini terjadi ketika pemilihan Walikota. Sang calon saat itu memberi
voucher senilai Rp 300.000. Voucher ini akan baru bisa ditukarkan jika calon
tersebut menang. Hasilnya si calon tersebut menang, ntah memang karena
kemampuannya dan prestasinya yang bagus atau karena voucher tadi. Kemenangan
ini awalnya diwarnai dengan sukacita dan harapan cairnya voucher itu. Ibu-ibu
mulai berhitun berapa yang akan dikantongi. Bayangkan aja, dalam 1 keluarga
biasanya memegang 3 voucher, dari Ayah, Ibu, dan 1 anak. Dan bila dikalikan
bisa mengantongi Rp 900.000 dalam sekejap mata. Semua berandai-andai dan
merencanakan akan dikemanakan uang tersebut. Tapi apa daya, bak pepatah habis
manis sepah dibuang, sang walikota yang pernah berjanji tiba-tiba lupa. Yang
kasihan ya si Tim Sukses, dikejar-kejar warga. Sekali lagi, habis manis sepah
dibuang.
2 kisah diatas hanyalah sebagian
kecil dari kisah-kisah yang mewarnai Pesta demokrasi ini. Masih banyak kisah
lain, yang kalau diceritakan pohon-pohon di hutan tidak akan mencukupi untuk
dijadikan kertas. Huehuehue…
“Semoga rakyat Indonesia sudah cerdas dalam memilih, gk perlulah itu money politics. Kejadian di negeri kami
jangan sampai terulang di negeri Indonesia. Sayang kalau negara kalian itu
rusak karena demokrasi yang gagal.” – Jaultop, warga
biasa, korban money politics
“Lebih baik menulis jadi sampah, dari pada tidak menulis karena akan jadi sampah dipikiran. Dan lebih baik jadi mahasiswa menulis jelek dari pada jadi mahasiswa jelek karena tidak menulis.”- Prof. Mubyarto, dengan sedikit pengubahan.