8 Juli 2014


     

        Malam ini merupakan malam panjang dan menegangkan. Malam panjang karena esok pagi pesta demokrasi 5 tahunan akan dilangsungkan. Menegangkan karena malam ini banyak petugas yang tidak tidur untuk mengamankan persiapan untuk besok. Mulai dari pihak Kepolisian, TNI, petugas KPU, Bawaslu hingga masyarakat turut serta mensukseskan pesta ini.
Ada kisah menarik yang mewarnai malam seperti ini, yaitu kisah serangan fajar. Biasanya bila malam tiba, orang-orang akan menutup pintunya untuk  menghalau dinginnya si angin malam. Namun tidak demikian di negeri si Jaultop. Banyak orang membuka pintu lebar-lebar untuk menunggu datangnya tamu. Tamu disini adalah para Tim Sukses calon yang bertanding di Pemilu. Tamu ini akan bersilaturahmi dan berkampanye di pagi  hari menjelang pemungutan suara. Yang ditunggu-tunggu bukanlah si Tamu yang jualan dengan visi-misi calonnya, tapi sejumlah uang yang datang bersama si Tamu tersebut. Bagi sebagian kecil masyarakat di negeri itu, inilah berkah Pemilu. “Kami mah pinginnya yang nyata kayak gini mas, ada uang ada barang,” ujar tetangga Si Jaultop. Ya namanya, serangan fajar.
            Lain lagi cerita dari negari si Maruap. Kisah ini terjadi ketika pemilihan Walikota. Sang calon saat itu memberi voucher senilai Rp 300.000. Voucher ini akan baru bisa ditukarkan jika calon tersebut menang. Hasilnya si calon tersebut menang, ntah memang karena kemampuannya dan prestasinya yang bagus atau karena voucher tadi. Kemenangan ini awalnya diwarnai dengan sukacita dan harapan cairnya voucher itu. Ibu-ibu mulai berhitun berapa yang akan dikantongi. Bayangkan aja, dalam 1 keluarga biasanya memegang 3 voucher, dari Ayah, Ibu, dan 1 anak. Dan bila dikalikan bisa mengantongi Rp 900.000 dalam sekejap mata. Semua berandai-andai dan merencanakan akan dikemanakan uang tersebut. Tapi apa daya, bak pepatah habis manis sepah dibuang, sang walikota yang pernah berjanji tiba-tiba lupa. Yang kasihan ya si Tim Sukses, dikejar-kejar warga. Sekali lagi, habis manis sepah dibuang.
            2 kisah diatas hanyalah sebagian kecil dari kisah-kisah yang mewarnai Pesta demokrasi ini. Masih banyak kisah lain, yang kalau diceritakan pohon-pohon di hutan tidak akan mencukupi untuk dijadikan kertas. Huehuehue…
            “Semoga rakyat Indonesia sudah cerdas dalam memilih, gk perlulah itu money politics. Kejadian di negeri kami jangan sampai terulang di negeri Indonesia. Sayang kalau negara kalian itu rusak karena demokrasi yang gagal.” – Jaultop, warga biasa,  korban money politics


“Lebih baik menulis jadi sampah, dari pada tidak menulis karena akan jadi sampah dipikiran. Dan lebih baik jadi mahasiswa menulis jelek dari pada jadi mahasiswa jelek karena tidak menulis.”Prof. Mubyarto, dengan sedikit pengubahan.

Posted on Selasa, Juli 08, 2014 by si suar sair

No comments

7 Juli 2014


Posted on Senin, Juli 07, 2014 by si suar sair

No comments